31 Maret 2010

Zakat Sebagai Penerimaan Negara

Assalamu ''alaikum

BAZNAS melansir bahwa potensi zakat di indonesia mencapai 19 trilyun namun realisasinya hanya 1, 3 trilyun...

Jumlah 19 trilyun itu sangat besar, bandingkan dengan perkiraan hutang negara yang akan ditarik dari luar negeri tahun 2008 diperkirakan mencapai 16 trilyun.

Jika potensi zakat dapat tercapai, bolehkah hasil zakat dihibahkan kepada negara sebagai penerimaan negara untuk menutup defisit keuangan negara? (daripada hutang ke LN dengan macam-macam intervensi). tentu jika uang zakat digunakan untuk program-program yang sesuai dengan ketentuannya/pengentasan kemiskinan (mis. Subsidi beras untuk rakyat miskin)...

Wassalamu ''alaikum
jawaban

Assalamu ''alaikum warahamtullahi wabarakatuh,

Di masa Nabi Muhammmad SAW atau masa kekhilafahan Islam, zakat memang dikelola oleh negara. Memang menjadi kewajiban negara untuk menjalankan perintah Allah SWT, yaitu menarik zakat dari orang kaya untuk diberikan kepada orang miskin atau pihak-pihak yang memenuhi kriteria 8 ashnaf.

Tapi,

Rasanya kalau amanat dan tugas mulia itu dilakukan oleh sebuah pemerintahan super korup yang sangat tidak amanah, apa pantas?

Contoh sederhana adalah masalah hutang negara. Kalau kita boleh bicara apa adanya, pada hakikatnya hutang negara lebih merupakan pengeluaran yang mubazir. Mengapa mubazir?

Karena ke mana mengalirnya uang pinjaman berbunga itu, kita tidak pernah ada yang tahu. Apakah digunakan untuk kepentingan rakyat ataukah hanya ditelan oleh sesama pejabat itu, kita juga tidak pernah tahu.

Yang kita tahu, dengan hutang-hutang itu negara kita menjadi lebih miskin, lebih terjajah dan justru tidak mandiri.

Masalah keuangan negara sebenarnya hal yang sederhana saja, asalkan pemerintah negeri ini bisa menjamin memotong tangan pegawai negeri yang mengambil uang rakyat dengan cara yang haram, insya Allah selesai. Karena beratnya keuangan negara bukan karena sedikitnya sumber pemasukan, tetapi karena bejatnya mental pegawai negeri di negeri ini. Masuk jadi PNS-nya saja sudah nyogok, apalagi yang bisa dikerjakan kecuali membesarkan pundi-pundi keuangannnya sendiri.

Maka rasanya kita tidak perlu mengotak-atik potensi zakat buat penerimaan Negara. Karena kalau sampai dilakukan, siapa yang bisa menjamin uang itu tidak ''ditilep'' oleh pejabat? Siapa yang menjamin orang miskin di negeri ini akan mendapatkan haknya? Bukankah sekian banyak dana buat orang miskin di negeri ini malah dimakan oleh mereka yang bertanggung-jawab untuk membagikannya?

Ambil contoh sederhana, bagaimana bantuan luar negeri (bukan hutang) buat korban Tsunami di Aceh. Sampai-sampai donatur luar negeri tidak habis pikir, lha wong dana bantuan korban bencana alam, kok tega-teganya diembat juga.

Contoh lain, amanat bahwa APBN kita ini harus dicurahkan untuk pendidikan sebesar 20%. Tapi apa yang terjadi?

Gambar sekolah yang ambruk masih tiap hari kita lihat di koran. Guru miskin yang nyambi kerja jadi tukang ojek atau calo karcis bioskop masih menghiasi negeri. Itu terjadi dalam kondisi negara sudah mengalokasikan dana APBN, tinggal mendistribusikannya saja, masih saja dicolong oleh sindikat PNS terkait.

Inilah realitas menyedihkan dari negeri kita. Selama ini uang negara kita habis dimakan oleh yang mengurus negara ini saja. Untuk biaya proyek yang tidak bermanfaat, pengeluaran perjalanan dinas fiktif, beban acara seremoni tidak jelas judulnya, tagihan untuk sekian banyak pesta dan sogok sana sogok sini. Intinya, uang itu adalah ''uang panas'' yang jadi rebutan para penjarah berdasi dan ber-SK.

Jangan Sentuh Zakat Kalau Masih Belepotan Dosa

Makanya kami justru bersyukur bahwa sampai hari ini pemerintah negara belum mengurus zakat. Kami juga masihbersyukur potensi yang disebut-sebut sampai 19 trilyun hanya terkumpul 1, 3 trilyun saja. Sebab kalau potensi zakat itu memang benar bisa mencapai 19 trilyun dan masuk kas negara, siapa yang bisa menjamin uang itu tidak dibagi-bagi buat kantong pejabat?

Kalau mentalitas pejabat negeri ini masih seperti ini, sebaiknya jangan dulu zakat diotak-atik. Karena hanya akan melahirkan kekecawaan mendalam di hati umat Islam. Biarlah pengurusan zakat itu mati suri daripada diurus oleh para maling.

Siapa Yang Berhak Mengurus Zakat

Kalau kita boleh menghayal punya baitulmal yang mengurus zakat, maka syaratnya harus mulai dari SDMnya terlebih dahulu.

Semuapegawainya bukan pegawai negeri biasa. Mereka haruslah lulusan dari Sekolah Tinggi Ilmu Managemen Zakat Negeri (STIMZN) yang spesifik. Sehingga dari segi konsep dan ilmu tentang zakat sudah teruji.

Sekolah Tinggi Manajemen Zakat Negara itu tidak menerima mahasiswa kecuali siswa yang juara minimal 10 besar dari masing-masing SMU/Aliyah dariseluruh Indonesia. Syarat masuknya bukan sekedar bisa baca Al-Quran, tapi minimal hafal Quran 3 juz. Test masuk dengan wawancara menggunakan bahasa Arab lisan.

Selama kuliah 8 semester itu, mereka ''dijejali'' dengan dasar ilmu syariah. Ilmu-ilmu itu disampaikan oleh para Doktor Syariah dari Timur Tengah, sehingga materi memang mau tidak mau disampaikan dalam bahasa Arab yang fasih. Tidak lupa juga, mereka juga harus dijejali dengan Ilmu Manajemen yang bersifat implemantatif, agar nanti ketika bertugas di lapangan, tidak gagap dan bingung.

Tiap semestrer wajib menghafal 1 juz Al-Quran, sehingga ketika lulus mereka telah hafal 3 + 8 = 11 juz Al-Quran. Wajib juga menghafal minimal 1.500 hadits hukum.

Setiap semester yang IP-nya turun di bawah 2, 75 harus dieliminasi alias DO. Apa boleh buat, kita butuh mahasiswa yang serius belajar, bukan sekedar main-main.

Kehidupan mahasiswa di asrama atau rumah kost juga ikut jadi penilaian. Siapa yang tidak ikut shalat wajib berjamaah tanpa udzur syar''i, maka nilainya akan bermasalah. Apalagi kalau sampai ada yang mencuri atau mengambil hak milik orang lain, walau pun cuma sendal jepit butut di masjid, maka dia harus dipulangkan saat itu juga ke kampungnya. Kejujuran menjadi ''nyawa'' di kampus itu.

Demikian juga yang pacaran atau berduaan dengan lawan jenis yang bukan mahram, maka harus siap-siap angkat koper.

Karena nantinya mereka akan berhubungan langsung dengan umat, maka mereka dibekali dasar-dasar pelayanan profesional serta beragam ilmu psikologi sosial, termasuk seni budaya. Kita tidak butuh pegawai yang anarkis dan sok kuasa macam di IPDN. Kita butuh pegawai yang selalu memberi pelayanan terbaik buat umat, full senyum, cerdas, melek syariah, mengerti tata pergaulan yang baik, cekatan kerjanya dan tidak doyan duit.

Sebab mereka sudah ditempa untuk menjadi para da''i yang telah menjual dirinya di jalan Allah, lewat pembangunan ekonomi umat.

Siapa pun yang nantinya punya rumah mewah, atau simpananharta berlebih, atau kehidupan mubazir yang tidak jelas asal-usulnya, bisa dengan mudah dipecat dan dipotong tangannya dengan disiarkan langsung lewat reality show di TV Nasional. Perjanjian itu sudah mereka tanda-tangani sejak mendaftar kuliah.

Nah, mari kita menghayal...

Wallahu a''lam bishshawab, wassalamu ''alaikum warahamtullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc



Comments :

0 komentar to “Zakat Sebagai Penerimaan Negara”

Posting Komentar

 

Copyright © 2009 by BLOG MAS CAHYO

HEAD LINE NEWS BLOG MAS CAHYO | HOME FIKIH HADIS AL-QURAN FATWA OASE ISLAM DOWNLOAD TUTORIAL