26 April 2009

AHMADIYAH SEBAGAI SYNCRETISM (3)

AHMAD TERAKHIR

Berbicara tentang nama AHMAD dalam surat Ash-Shaf ayat 6, dimana tersirat di dalamnya ucapan Nabi Isa a.s. yang menyampaikan kabar gembira (mubasysyiran) tentang datangnya seorang Nabi di kemudianku (mim ba’di ismuhu) yang bernama AHMAD, tidak lain yang dituju dari ucapan beliau a.s. itu, adalah Nabi Muhammad s.a.w.

Ucapan Nabi Isa a.s. dengan kata-kata “di kemudianku” itu, tidak akan meloncati seorang Nabi yang benar-benar datang tepat sesudah dirinya. Lebih-lebih lagi, dan inilah yang harus menjadi perhatian, bahwa Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad s.a.w. Dengan demikian beliaulah orang pertama yang mengetahui akan makna tujuan serta seluruh yang tersirat dalam ayat-ayat Allah. Dengan kata lain, Nabi Muhammad Pesuruh Allah yang menyampaikan kabar gembira dan kabar takut (basyiiran wa nadziiran) pada ummat manusia, tidak akan menyembunyikan sesuatu kabar dari Allah seperti yang tersurat dalam Al-Qur’an surah Ash-Shaf ayat 6 itu.

Jika itu memang ditujukan pada seorang AHMAD dari INDIA dari desa QADIAN, maka Nabi Muhammad s.a.w. pasti mensabdakannya. Juga para sahabat Nabi, para Tabiiin maupun yang sesudahnya akan menyebut “milik siapa Ahmad” pada surah Ash-Shaf itu. Padahal Nabi tidak menyabdakan, tidak juga para sahabat maupun Tabi’in.

Jelaslah kiranya bahwa cara-cara yang dipakai Mirza Ghulam dan Ahmadiyahnya, mencapai konklusi yang terang di sini, bahwa aliran Qadiani dan pendirinya itu telah melakukan penghinaan yang terang-terangan terhadap Nabi Muhammad s.a.w.

Mereka sebenarnya telah menyepelekan tugas suci yang dipikul Nabi Muhammad, menerima kebenaran, menyampaikan serta menegakkan kebenaran itu. Tingkah laku maupun cara-cara yang demikian itulah yang paling disebar-sebarkan Ahmadiyah dalam kitab-kitab mereka.

Yang haq atas nama AHMAD dalam surat Ash-Shaf ayat 6 itu, ialah seorang yang menerima wahyu itu sendiri, AHMAD MUHAMMAD s.a.w. Ribuan tahun sebelum beliau s.a.w. memangku jabatan Rasul dan Nabi yaitu tatkala Nabi Musa a.s diutus oleh Allah untuk bani Israil, tersebut dalam sebuah do’anya; beliau a.s. memohon:

“Ya Allah jadikanlah hamba sebagai pengikut AHMAD.”1

Kemudian sahabat Salman Al-Farisi tatkala berada di Baitul Maqdis, beliau mendengar dari seorang rahib, yang berkata padanya:

“Wahai Salman, sesungguhnya Tuhan sedang mengutus seorang Rasul bernama AHMAD. Ia mau makan dari pemberian hadiah, akan tetapi ia menolak atas pemberian sedekah. Di antara pundaknya terdapat tanda dari khataman Nubuwah. Ketahuilah wahai Salman, bahwa saat-saat sekarang inilah kedatangannya.”2

Dan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Malik, Dharimi, Tirmidzi, An-Nasa’i, Bukhari dan Muslim, dari Jabir ibn Muth’am, beliau s.a.w. bersabda:

“Padaku ada beberapa nama-nama, Aku bernama Muhammad, aku bernama AHMAD, Al-Mahi (yang menghapuskan) kekafiran, Al-Hasyir (yang mengumpulkan) ummat dibawah naunganku, dan Al-Aghib (yang penghabisan) dimana tidak ada Nabi sesudahku.”

Demikianlah tentang nama Ahmad dalam surah Ash-Shaf ayat 6. Adapun yang dipakai alasan oleh Mirza Ghulam Ahmad dan Ahmadiyahnya, baik Hadits maupun Al-Qur’an, hanyalah suatu penipuan belaka. Tidak sepotong ayatpun dalam Al-Qur’an yang menyebut-nyebut nama Mirza Ghulam. Juga tidak sehuah Hadits. Jika memang ada, maka Mirza Ghulam dan Ahmadiyahlah yang mengada-adakan. Bahkan andaikata ada sebuah nama Ahmad kiriman Tuhan yang ditujukan pada Mirza Ghulam, maka itu adalah kiriman yang datang dari Tuhannya Mirza. Sebab ia rupa-rupanya memiliki Tuhan yang khas yang hanya menjadi miliknya. Kelak akan dijumpai dalam beberapa kitab-kitab Ahmadiyah, Tuhan khas milik Mirza Ghulam itu.
--------------------------------------------------------------------------------
Catatan kaki:

1 lih. Abul-Qasim as-Suhaily, ar-Raudul Unuf, 1332/1914, Marokko Sultanul Maghrib, hal. 106: (Allahummaj ‘alni min ummati Ahmad).

2 lih. dr. Abdul-Aziz Muhammad Azzam, Muhammad Rasul-ul A’zham, 1394/ 1974, majlis a’lalisy-syuun al-Islamiyah, Cairo, hal. 24.


sumber :
Ahmadiyah telanjang bulat di panggung sejarah, Abdullah Hasan Alhadar.

Comments :

0 komentar to “AHMADIYAH SEBAGAI SYNCRETISM (3)”

Posting Komentar

Jumlah Pengunjung

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by BLOG MAS CAHYO

HEAD LINE NEWS BLOG MAS CAHYO | HOME FIKIH HADIS AL-QURAN FATWA OASE ISLAM DOWNLOAD TUTORIAL